Kamis, Februari 24, 2011

Pikirkanlah Sebelum Kamu Mengeluh

Hari ini sebelum kamu mengeluh rasa dari makananmu yang kurang enak, pikirkanlah tentang seseorang yang tidak punya apa pun untuk dimakan. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu tidak memiliki apa-apa, pikirkanlah seseorang yang harus meminta-minta di jalanan. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu memiliki wajah yang kurang cantik/ganteng, pikirkanlah orang-orang yang wajahnya buruk karena tertimpa musibah.
Sebelum kamu mengeluh tentang pasanganmu, pikirkanlah tentang seseorang yang memohon kepada TUHAN untuk diberikan teman hidup. Sebelum kamu mengeluh tentang nasib hidupmu, pikirkanlah seseorang yang meninggal di usia muda. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin memiliki anak, tetapi dirinya mandul.
Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kecil, pikirkanlah tentang orang-orang yang tinggal di jalanan dan hidup menggelandang. Sebelum mengeluh jauhnya kamu dalam mengendarai kendaraanmu, pikirkanlah orang-orang yang menempuh jarak yang sama denganmu dengan hanya berjalan kaki. Dan di saat kamu merasa sangat lelah akan pekerjaanmu, pikirkanlah tentang pengangguran dan orang-orang cacat yang mencari pekerjaan.
Jika kamu mampu untuk berpikir dahulu sebelum mengeluh, maka kamu akan bisa bersyukur kepada TUHAN bahwa kamu masih di beri kehidupan…..

Makna Cinta dan Pernikahan

Suatu ketika Plato terlibat perbincangan dengan gurunya.Plato menanyakan makna cinta, dan gurunya pun menjawab,” Masuklah kedalam hutan. Pilih dan ambilah satu ranting yang menurutmu paling baik, tetapi engkau haruslah berjalan ke depan dan janganlah kembali ke belakang. Pada saat kau memutuskan pilihanmu, keluarlah dari hutan dengan ranting tersebut.”
Maka masuklah Plato ke dalam hutan dan keluarlah Plato tanpa membawa sebatang rantingpun. Gurunya bertanya, maka jawab Plato,” Saya sebenarnya sudah menemukan ranting yang bagus, tetapi saya pikir barangkali di depan sana ada ranting yang lebih baik. Tetapi setelah saya berjalan ke depan ternyata ranting yang sudah saya tinggalkan tadi yang terbaik. Maka saya keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.”
Guru itupun berkata,” Itulah cinta.” Kita selalu ingin mecari yang terbaik, terindah dan sesuai dengan yang kita harapkan, namun tanpa sadar justru kita tidak mendapatkan apa-apa sementara sang waktu akan terus berjalan.”
Lalu Plato pun bertanya,” Apakah makna pernikahan?”
Gurupun menjawab,” Sama seperti ranting tadi, namun kali ini engkau harus membawa satu pohon yang kau pikir paling baik dan bawalah keluar dari hutan.”
Maka masuklah Plato ke dalam hutan dan keluarlah Plato dengan membawa pohon yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu indah. Gurunya pun bertanya. Ini jawab Plato,” Saya bertemu pohon yang indah daunnya, besar batangnya, tetapi saya tak dapat memotongnya dan pastilah saya tak mampu membawanya keluar dari dalam hutan. Akhirnya saya tinggalkan. Kemudian saya menemukan pohon yang tidak terlau buruk, tidak terlalu tinggi dan saya pikir mampu membawanya karena mungkin saya tidak mungkin menemui pohon seperti ini di depan sana. Akhirnya, saya pilih pohon ini karena saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah.”
Lalu sang guru berkata,” Itulah makna pernikahan. Begitu banyak pilihan di depan kita seperti pohon-pohon dan ranting-rantingnya di dalam hutan, tapi kita harus menentukan satu pilihan karena kesempatan itu hanya satu kali. Kita harus terus maju seperti waktu yang beredar kedepan yang tidak pernah tersimpan pada hari semalam, kemarin atau bersemayam dalam masa lalu kita.

Kisah Sebatang Bambu

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani empunya pohon bambu itu. Dia berkata pada bambu itu,” Wahai bambu maukah engkau ku pakai untuk menjadi pipa saluran air yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”
Batang bambu menjawabnya,” Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi, ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran itu?” Sang petani menjawab,” Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai keperluanku. Terakhir, aku akan membuang sekat-sekat yang ada dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”
Mendengar hal ini batang bambu lama terdiam. Kemudian, dia berkata pada petani,” Tuan tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua prose itu Tuan?”
Petani menjawab batang bambu itu,” Wahai bambu engkau pasti kuat melalui semua itu karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi, tenanglah.”
Akhirnya batang bambu itu menyerah,” Baiklah tuan, aku ingin sekali berguna bagimu. Inilah aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.”
Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani kini telah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga pada dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

*****
Pernahkan kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin TUHAN sedang memproses kita untuk menjadi indah dihadapan-NYA. Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, TUHAN sedang membuat kita sempurna untuk dipakai menjadi penyalur berkah agar diri kita menjadi lebih bermanfaat dan lebih baik lagi. DIA sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tidak berkenan bagi-NYA.
Jadi, maukah kita berserah diri pada kehendak TUHAN, membiarkan DIA bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-NYA. Karena sesungguhnya DIA MAHA TAHU yang terbaik untuk kita, dan TUHAN tidaklah pernah sia-sia dalam menciptakan sesuatu.
Seperti batang bambu itu, mari kita berkata,” Ini aku TUHAN perbuatlah sesuai dengan yang KAU kehendaki, dan semoga engkau meridhoi.”